DAMPAK REPELITA VII TERHADAP
PEREKONOMIAN INDONESIA
Dalam Repelita VII,
pertumbuhan ekonomi diproyeksikan cukup tinggi yaitu rata-rata diatas 7 persen
per tahun. Sementara itu laju pertumbuhan penduduk kita harapkan akan terus
turun hingga mencapai 1,4 persen per tahun
menjelang akhir Repe lita VII. Jika kedua sasaran tersebut dapat dicapai
maka pendapatan per kapita Indonesia tahun 2003 diharapkan akan meningkat menjadi hampir 1,8
kalilipat dibanding dengan tahun 1993, atau menjadi sekitar US$1.400 berdasarkan harga konstan
US$ 1993 atau sekitar US$2.000 pada harga yang berlaku. Dengan sasaran itu, kita akan
memantapkan diri berada di kelas pendapatan menengah menurut klasifikasi Bank Dunia.
Berbagai proses
transformasi akan menyertai pertumbuhan ekonomi tersebut. Transformasi struktur produksi akan
tercermin pada peran sektor pertanian yang akan terus turun, tetapi harus kita upayakan tidak
terlalu cepat.
Berdasarkan data BPS,
dalam tahun 1993 jumlah industri kecil yaitu dengan jumlah tenaga kerja dibawah
20 orang sebanyak 2,5 juta pengusaha atau 99,27 persen dengan nilai tambah
bruto sekitar Rp4,0 triliun atau 7,48 persen. Sedangkan
industry besar dan sedang berjumlah 18,2 ribu
pengusaha atau 0,73 persen dengan nilai tambah bruto
sebesar Rp49,8 triliun atau 92,52 persen dari total nilai tambah bruto. Pada akhir PJP
I 1,67 persen dan pada akhir Repelita VI diperkirakan 1,51 persen.
Peran sektor industri
pengolahan, yang dewasa ini sudah melebihi 25 persen, akan terus meningkat.
Dengan besaran-besaran yang demikian padawaktu itu Indonesia sudah tergolong
negara industri baru. Seperti halnya dengan sektor industry pengolahan, peran sektor jasa juga
akan mengalami peningkatan. Sektor pertanian kita upayakan untuk
dapat tumbuh rata-rata di atas 3 persen per tahun. Pertumbuhan tersebut utamanya
berasal dari produk yang permintaannya naik dengan
cepat, baik untuk konsumsi dalam negeri, maupun
diproses lebih lanjut oleh industri pengolahan da lam negeri untuk kemudian diekspor. Sektor
industri diharapkan dapat tumbuh rata -rata di atas 10 persen per tahun. Pada sektor industri ini juga
akan terjadi perubahan komposisi, dari industri ringan7 menjadi makin banyak ke industri berat.
Proses transformasi
juga akan terjadi dalam struktur permintaan domestik. Sumbangan pengeluaran konsumsi rumah tangga
akan makin menurun, sementara itu hasrat menabung makin meningkat, dengan makin tingginya pendapatan per kapita. Sejalan
dengan makin menurunnya persentase konsumsi masyarakat, maka
persentase pengeluaran investasi akan me ningkat. Peningkatan investasi
ini yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam Repelita VII. Hal ini juga
menunjukkan peningkatan kemandirian pembangunan bangsa kita. Dengan makin baiknya daya dukung
ekonomi, maka diharapkan terjadinya perbaikan dalam perdagangan interna
sional. Kemampuan ekspor akan makin membaik dengan makin kuatnya daya saing produk
kita. Di lain pihak, impor barang-barang konsumsi akan terus kita tekan karena kemampuan produksi
dalam negeri yang meningkat. Dengan demikian, keseimbangan neraca pembayaran akan dapat dijaga
dalam batas-batas yang aman.
Dengan struktur perek onomian demikian, daya tahan ekonomi
Indonesia akan makin kuat. Stabilitas ekonomi akan makin mantap
seiring dengan kebijaksanaan ekonomi makro yang berhati-hati. Kemandirian ekonomi
juga akan makin diperkuat dengan terus membatasi ketergantungan terhadap sumber dana pembangunan dari
luar yang akan makin terbatas. Kita akan terus
menggali sumber-sumber
pendapatan dalam negeri yang potensinya masih sangat besar. Di samping itu, kemajuan ekonomi
juga diperkuat oleh proses akumulasi atau peningkatan kapasitas produksi nasional yang
akan tercermin dalam peningkatan investasi sumber dayamanusia dan investasi
secara fisik yang tercermin melalui capital deepening.
Dari sudut
ketenagakerjaan, makin banyak tenaga kerja kita yang akan bekerja di luar sektor pertanian. Sektor industri
akan makin diandalkan sebagai penyerap tenaga kerja dan secara bertahap nantinya akan menggantikan
peran sektor pertanian. Ini bukan berarti bahwa sector pertanian menjadi sektor yang tidak
penting. Sektor ini masih tetap akan menyerap tenaga kerja yang paling besar. Pada akhir
Repelita VII, tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian masih akan sebesar 39 persen.
Masalah kemiskinan
absolut yang sampai saat ini masih merupakan pekerjaan rumah yang besar, diharapkan sebagian besar
sudah dapat teratasi pada akhir Repelita VII. Di samping itu, kawasan terbelakang dan terpencil akan memperoleh perhatian khusus agar dapat
melepaskan diri dari perangkap keterbela kangan dan dapat turut maju
sebagaimana kawasan lainnya yang telah lebih dahulu berkembang. Untuk itu, perhatian lebih besar
akan diberikan pada investasi selain prasarana juga sumber daya manusia bagi daerah-daerah tersebut.
Salah satu tolok ukur
keadilan adalah apabila kemajuan, kemandirian, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat tercapai secara merata di daerah.
Konsep keadilan ini sesungguhnya selaras dengan proses transformasi perekonomian itu
sendiri, karena yang di uraikan tadi adalah
bukan hanya
transformasi secara nasional tetapi sesungguhnya juga terjadi di daerah-daerah. Perlu dikemukakan di sini, bahwa dalam proses transformasi tidak
berarti bahwa semua daerah menjadi daerah industri. Sektor pertanian,
tetap memegang peranan yang penting sebagai penyangga
kebutuhan bahan pangan pokok dan sekaligus mendukung perkembangan
agroindustri. Juga
jasa pariwisata, mempunyai arti penting dalam mendatangkan devisa. Pada akhir
Repelita VII pariwisata akan menghasilkan devisa US$15 miliar dan sudah akan
menjadi penghasil devisa terbesar.
Sumber
: http://www.ginandjar.com/public/12PembangunanNasional.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar