Minggu, 27 Maret 2011

DAMPAK REPELITA VII TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA


DAMPAK REPELITA VII TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Dalam Repelita VII, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan cukup tinggi yaitu rata-rata diatas 7 persen per tahun. Sementara itu laju pertumbuhan penduduk kita harapkan akan terus turun hingga mencapai 1,4 persen per tahun menjelang akhir Repe lita VII. Jika kedua sasaran tersebut dapat dicapai maka pendapatan per kapita Indonesia tahun 2003 diharapkan akan meningkat menjadi hampir 1,8 kalilipat dibanding dengan tahun 1993, atau menjadi sekitar US$1.400 berdasarkan harga konstan US$ 1993 atau sekitar US$2.000 pada harga yang berlaku. Dengan sasaran itu, kita akan memantapkan diri berada di kelas pendapatan menengah menurut klasifikasi Bank Dunia.
           
Berbagai proses transformasi akan menyertai pertumbuhan ekonomi tersebut. Transformasi struktur produksi akan tercermin pada peran sektor pertanian yang akan terus turun, tetapi harus kita upayakan tidak terlalu cepat.
Berdasarkan data BPS, dalam tahun 1993 jumlah industri kecil yaitu dengan jumlah tenaga kerja dibawah 20 orang sebanyak 2,5 juta pengusaha atau 99,27 persen dengan nilai tambah bruto sekitar Rp4,0 triliun atau 7,48 persen. Sedangkan industry besar dan sedang berjumlah 18,2 ribu pengusaha atau 0,73 persen dengan nilai tambah bruto sebesar Rp49,8 triliun atau 92,52 persen dari total nilai tambah bruto. Pada akhir PJP I 1,67 persen dan pada akhir Repelita VI diperkirakan 1,51 persen.

Peran sektor industri pengolahan, yang dewasa ini sudah melebihi 25 persen, akan terus meningkat. Dengan besaran-besaran yang demikian padawaktu itu Indonesia sudah tergolong negara industri baru. Seperti halnya dengan sektor industry pengolahan, peran sektor jasa juga akan mengalami peningkatan. Sektor pertanian kita upayakan untuk dapat tumbuh rata-rata di atas 3 persen per tahun. Pertumbuhan tersebut utamanya berasal dari produk yang permintaannya naik dengan cepat, baik untuk konsumsi dalam negeri, maupun diproses lebih lanjut oleh industri pengolahan da lam negeri untuk kemudian diekspor. Sektor industri diharapkan dapat tumbuh rata -rata di atas 10 persen per tahun. Pada sektor industri ini juga akan terjadi perubahan komposisi, dari industri ringan7 menjadi makin banyak ke industri berat.

Proses transformasi juga akan terjadi dalam struktur permintaan domestik. Sumbangan pengeluaran konsumsi rumah tangga akan makin menurun, sementara itu hasrat menabung makin meningkat, dengan makin tingginya pendapatan per kapita. Sejalan dengan makin menurunnya persentase konsumsi masyarakat, maka persentase pengeluaran investasi akan me ningkat. Peningkatan investasi ini yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam Repelita VII. Hal ini juga menunjukkan peningkatan kemandirian pembangunan bangsa kita. Dengan makin baiknya daya dukung ekonomi, maka diharapkan terjadinya perbaikan dalam perdagangan interna sional. Kemampuan ekspor akan makin membaik dengan makin kuatnya daya saing produk kita. Di lain pihak, impor barang-barang konsumsi akan terus kita tekan karena kemampuan produksi dalam negeri yang meningkat. Dengan demikian, keseimbangan neraca pembayaran akan dapat dijaga dalam batas-batas yang aman.

Dengan struktur perek onomian demikian, daya tahan ekonomi Indonesia akan makin kuat. Stabilitas ekonomi akan makin mantap seiring dengan kebijaksanaan ekonomi makro yang berhati-hati. Kemandirian ekonomi juga akan makin diperkuat dengan terus membatasi ketergantungan terhadap sumber dana pembangunan dari luar yang akan makin terbatas. Kita akan terus
menggali sumber-sumber pendapatan dalam negeri yang potensinya masih sangat besar. Di samping itu, kemajuan ekonomi juga diperkuat oleh proses akumulasi atau peningkatan kapasitas produksi nasional yang akan tercermin dalam peningkatan investasi sumber dayamanusia dan investasi secara fisik yang tercermin melalui capital deepening.

Dari sudut ketenagakerjaan, makin banyak tenaga kerja kita yang akan bekerja di luar sektor pertanian. Sektor industri akan makin diandalkan sebagai penyerap tenaga kerja dan secara bertahap nantinya akan menggantikan peran sektor pertanian. Ini bukan berarti bahwa sector pertanian menjadi sektor yang tidak penting. Sektor ini masih tetap akan menyerap tenaga kerja yang paling besar. Pada akhir Repelita VII, tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian masih akan sebesar 39 persen.


Masalah kemiskinan absolut yang sampai saat ini masih merupakan pekerjaan rumah yang besar, diharapkan sebagian besar sudah dapat teratasi pada akhir Repelita VII. Di samping itu, kawasan terbelakang dan terpencil akan memperoleh perhatian khusus agar dapat melepaskan diri dari perangkap keterbela kangan dan dapat turut maju sebagaimana kawasan lainnya yang telah lebih dahulu berkembang. Untuk itu, perhatian lebih besar akan diberikan pada investasi selain prasarana juga sumber daya manusia bagi daerah-daerah tersebut.

Salah satu tolok ukur keadilan adalah apabila kemajuan, kemandirian, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat tercapai secara merata di daerah. Konsep keadilan ini sesungguhnya selaras dengan proses transformasi perekonomian itu sendiri, karena yang di uraikan tadi adalah
bukan hanya transformasi secara nasional tetapi sesungguhnya juga terjadi di daerah-daerah. Perlu dikemukakan di sini, bahwa dalam proses transformasi tidak berarti bahwa semua daerah menjadi daerah industri. Sektor pertanian, tetap memegang peranan yang penting sebagai penyangga kebutuhan bahan pangan pokok dan sekaligus mendukung perkembangan
agroindustri. Juga jasa pariwisata, mempunyai arti penting dalam mendatangkan devisa. Pada akhir Repelita VII pariwisata akan menghasilkan devisa US$15 miliar dan sudah akan menjadi penghasil devisa terbesar.

Sumber : http://www.ginandjar.com/public/12PembangunanNasional.pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar