Jumat, 29 November 2013

UU Akuntan Publik No 5 Tahun 2011 dalam Menghadapi IFRS (International Financial Reporting Standards)

Saat ini profesi Akuntan Publik mempunyai peranan yang besar dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien, serta meningkatkan transparasi dan mutu informasi dalam bidang keuangan. Secara nyata,  peran Akuntan Publik terutama dalam meningkatkan kualitas dan kredibilitas informasi keuangan atau laporan keuangan suatu entitas. Dalam hal ini Akuntan Publik mengemban kepercayaan masyarakat untuk memberikan opini atas laporan keuangan suatu entitas. Dengan demikian, tanggung jawab Akuntan Publik terletak pada opini atau pendapatnya atas laporan keuangan suatu entitas, sedangkan penyajian laporan atau informasi keuangan suatu entitas, sedangkan penyajian laporan atau informasi keuangannya merupakan tanggung jawab manajemen.

Profesi Akuntan Publik merupakan salah satu profesi yang turut mendukung dunia usaha. Bahkan dalam era globalisasi perdagangan barang dan jasa, akan terjadi peningkatan kebutuhan akan jasa Akuntan Publik terutama kebutuhan atas kualitas informasi keuangan yang digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, Akuntan Publik dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa dan mengemban kepercayaan publik dengn baik. Meskipun demikian, masih dimungkinkan terjadinya kegagalan dalam pemberian jasa Akuntan Publik dimaksud.

Untuk melindungi kepentingan masyarakat dan juga Akuntan Publik itu sendiri dalam pemberian jasa, maka diperlukan adanya undang-undang yang mengatur profesi Akuntan Publik, Undang-Undang yang ada lebih dahulu yaitu Undang-Undang Nomor. 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan. Pengaturan mengenai profesi Akuntan Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada pada saat ini dan tidak mengatur hal-hal yang mendasar bagi profesi Akuntan Publik.

Selama 14 Bulan Pemerintah bersama-sama dengan dewan perwakilan rakyat telah berupaya merumuskan materi muatan Rancangan Undang-Undang tentang Akuntan Publik, sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik yang sudah ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 3 Mei 2011. Keistimewaan dari Undang-Undang Akuntan Publik ini, yaitu mengatur mengenai “ Jasa Asuransi” yang merupakan hak ekslusif bagi Akuntan Publik, yaitu jasa Akuntan Publik yang bertujuan untuk memberikan keyakinan bagi pengguna atas hasil evaluasi atau pengukuran informasi keuangan dan non Keuangan berdasarkan suatu kriteria. Selain mengatur mengenai profesi Akuntan Publik, Undang-Undang ini juga mengatur mengenai Kantor Akuntan Publik ( KAP ) yang merupakan wadah bagi Akuntan Publik dan bentuk usaha KAP yang sesuai dengan profesi Akuntan publik, yaitu independensi dan tanggung jawab professional terhadap hasil pekerjaannya.

Menghadapi MEA ( Masyarakat Ekonomi Asean ) dan Pasar bebas AFTA pada tahun 2015 mendatang, para akuntan publik di indonesia secara tidak langsung harus mengikuti standar laporan keuangan IFRS. Apalagi Undang-Undang No.5 Tentang Akuntan Publik memang sudah nyata-nyata memberikan lampu hijau bagi akuntan asing untuk berkiprah di kancah nasional. Secara tidak langsung, kondisi seperti ini bisa membuat akuntan Indonesia kehilangan pangsa pasar karena perusahaan-perusahaan di Indonesia tentunya akan lebih memilih untuk merekrut akuntan asing yg sudah lebih dulu paham tentang standard IFRS.

International Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku bisnis di suatu Negara ikut serta dalam bisnis lintas negara. Untuk itu diperlukan suatu standar internasional yang berlaku sama di semua Negara untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis. Perbedaan utama standar internasional ini dengan standar yang berlaku di Indonesia terletak pada penerapan revaluation model, yaitu kemungkinkan penilaian aktiva menggunakan nilai wajar, sehingga laporan keuangan disajikan dengan basis ‘true and fair‘ (IFRS framework paragraph 46).

Indonesia yang tadinya berkiblat pada standar akuntansi keluaran FASB (Amerika), mau tidak mau harus beralih dan ikut serta menerapkan IFRS karena tuntutan bisnis global. Mengadopsi IFRS berarti menggunakan bahasa pelaporan keuangan global, yang akan membuat perusahaan bisa dimengerti oleh pasar dunia (global market). Firma akuntansi big four mengatakan bahwa banyak klien mereka yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal global. Dengan kesiapan adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi lintasnegara.
Tekat Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS) pada tahun 2012 merupakan tantangan yang besar bagi kalangan akuntansi Indonesia, baik bagi kalangan akademisi maupun praktisi akuntansi. Banyak hal dalam IFRS yang akan diadopsi berbeda dengan prinsip yang saat ini berlaku. Beberapa hal terbesar dari perbedaan itu antara lain :
1.      Penggunaan Fair-value Basis dalam penilaian aktiva, baik aktiva tetap, saham, obligasi dan lain-lain, sementara sampai dengan saat ini penggunaan harga perolehan masih menjadi basic mind akuntansi Indonesia. Sayangnya IFRS sendiri belum memiliki definisi dan petunjuk yang jelas dan seragam tentang pengukuran berdasarkan nilai wajar ini.
2.      Jenis laporan keuangan berdasarkan PSAK terdiri dari 4 elemen (Neraca, Rugi-Laba dan Perubahan Ekuitas, Cashflow, dan Catatan atas Laporan keuangan). Dalam draft usulan IFRS menjadi 6 elemen (Neraca, Rugi-Laba Komprehensif, Perubahan Ekuitas, Cashflow, Catatan atas Laporan keuangan, dan Neraca Komparatif). Penyajian Neraca dalam IFRS tidak lagi didasarkan pada susunan Aktiva, Kewajiban dan Ekuitas, tapi dengan urutan Aktiva dan Kewajiban usaha, Investasi, Pendanaan, Perpajakan dan Ekuitas. Laporan Cashflow tidak disajikan berdasarkan kegiatan Operasional, Investasi dan Pendanaan, melainkan berdasarkan Cashflow Usaha (Operasional dan investasi), Cashflow perpajakan dan Cashflow penghentian usaha.
3.      Perpajakan perusahaan, terutama terkait pajak atas koreksi laba-rugi atas penerapan IFRS maupun atas revaluasi aktiva berdasarkan fair-value basis.
Melihat kondisi di atas, tentunya jika adopsi IFRS hanya dipandang sebagai suatu bentuk perubahan laporan maka akan terlalu sempit  karena banyak hal dalam operasional perusahaan akan sangat terpengaruh, tidak hanya dalam penyajian Laporan Keuangan saja. Hal yang perlu dilakukan perubahan antara lain :
1.      Sistem teknologi informasi akuntansi akan berubah dengan format penyajian Laporan yang berubah, basis penilaian aktiva yang berubah menjadi Fair-value Basis yang tentunya akan mempengaruhi pula sistem lain yang terkait seperti penyusutan, laba-rugi, dan perpajakan.
2.      Basis penilaian aktiva tetap berdasarkan nilai wajar akan menimbulkan masalah yang besar, karena perusahaan harus menyediakan Apraisal untuk menilai aktiva tetap perusahaan secara periodik. Disamping itu, penerapan basis penilaian ini juga akan menunggu perubahan Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 79/PMK.03/2008 yang menyatakan bahwa penilaian kembali aktiva tetap dapat dilakukan apabila DJP memberikan izin.
3.      Perpajakan perusahaan harus melakukan evaluasi konsekuensi yang mungkin timbul sebagai akibat penerapan IFRS.
4.      Sistem legal perusahaan harus melakukan evaluasi konsekuensi yang timbul atas penerapan IFRS.
5.      Kemungkinan evaluasi struktur organisasi perusahaan.
6.      Perlunya alokasi sumber daya yang besar dari perusahaan, mulai persiapan sumber daya manusia, keuangan, dan sistem perusahaan.


Referensi :       http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/9055

Senin, 04 November 2013

REVIEW JURNAL ILMIAH AUDIT

Judul          : PENGARUH TINGKAT INDEPENDENSI, KOMPETENSI, OBYEKTIFITAS, DAN INTEGRITAS AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT YANG DIHASILKAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI SURABAYA
Penulis            : Lie David Gunawan
Tahun             : 2012
Tempat           : Surabaya

Latar Belakang        
Perusahaan go public harus memberikan informasi berupa laporan keuangan yang sudah diaudit oleh jasa auditor independen, yang umumnya disebut akuntan publik untuk mengaudit laporan keuangan mereka. Pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi dengan
kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikannya dengan pihak yang berkepentingan (Jusup, 2001:11).
Penelitian ini ingin menguji bahwa kompentensi, independensi, objektifitas dan integritas auditor dapat mempengaruhi kualitas audit yang dihasilkan auditor independen pada sektor publik. Standar Auditing Seksi 220.1 (SPAP 2001) menyebutkan bahwa independen bagi seorang akuntan public artinya tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Selain itu kompetensi auditor juga diperlukan karena kompetensi merupakan kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit dengan benar.
Pada dasarnya setiap individu yang melakukan pekerjaan akan mendapatkan kepercayaan dari pihak lain agar dapat mendukung kelancaran pekerjaan yang ia lakukan. Agar kepercayaan tersebut dapat terus terjaga, maka setiap individu berkewajiban untuk menjaga kepercayaan yang telah diberikan dengan berbuat dan bertingkah laku sesuai dengan aturan yang ada dan memperhatikan kepentingan masyarakat yang berhubungan dengan pekerjaannya. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Seorang auditor juga harus mempunyai integritas yang tinggi terhadap pekerjaannya. Intergritas adalah bebas dari benturan kepentingan dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material yang diketahuinya. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit. Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal. Kualitas audit adalah gabungan probabilitas seorang auditor untuk dapat menemukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien di mana audit ini diproksi berdasarkan reputasi dan banyaknya klien yang dimiliki KAP.

Data yang Digunakan
  • ·         Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi penelitian adalah auditor independen yang bekerja pada KAP di Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode convenience sampling, dengan mengumpulkan informasi dari populasi yang tersedia pada saat dilakukannya penelitian agar dapat memberikan informasi yang dibutuhkan tersebut. Alasan penggunaan metode ini adalah adanya keterbatasan jumlah auditor yang dapat ditemui untuk dijadikan responden sehingga kuesioner dititipkan pada masing-masing KAP untuk kemudian dibagikan kepada auditor independen yang bekerja sebagai karyawan di KAP tersebut.
  • ·         Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Penelitian mengambil lokasi di Surabaya karena kota ini berada dalam urutan kedua setelah Jakarta sebagai kota terpadat di Indonesia dan memiliki industri yang cukup berkembang yang membutuhkan jasa auditor independen. Dengan metode survei, peneliti menyelidiki dan menganalisis data-data yang diperoleh dari hasil kuesioner yang dibagikan. Kuesioner adalah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner ke seluruh KAP di Surabaya untuk memperoleh data penelitian yang diperlukan. Kuesioner tersebut dititipkan terlebih dahulu di KAP untuk kemudian diisi oleh auditor independen yang sedang tidak menjalankan tugas di luar kantor. Kemudian dilakukan pengambilan kuesioner yang telah diisi ke setiap KAP di Surabaya.
  • ·         Alat Analisis

Alat analisis yang digunakan yaitu dengan menguji secara statistik melalui analisis regresi linear berganda.

Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh dari sumber yang kemudian diolah dan lakukan uji analisis regresi linear berganda, diperoleh output yang dapat diintepretasikan yaitu bahwa hipotesis pertama yaitu tingkat independensi auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dapat diterima. Hal ini disebabkan karena pelaporan hasil audit bebas dari bahasa atau istilah-istilah yang menimbulkan multi tafsir
Hasil penelitian hipotesis kedua yaitu tingkat kompetensi auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dapat diterima. Kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit karena mutu personal, pengetahuan umum, dan keahlian khusus yang dimiliki oleh auditor memang sangat berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor di Surabaya. Pengaruh yang ditimbulkan keahlian terhadap kualitas audit adalah positif sehingga semakin tinggi tingkat keahlian yang dimiliki oleh auditor maka akan semakin tinggi pula kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor di Surabaya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hipotesis ketiga yaitu tingkat obyektifitas berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dapat diterima. Hal ini disebabkan karena obyektifitas dalam etika profesi auditor sangat mempengaruhi kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor di Surabaya. Pengaruh yang ditimbulkan etika profesi terhadap kualitas audit adalah positif sehingga semakin tinggi tingkat etika profesi yang dimiliki oleh auditor maka akan semakin tinggi pula kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor di Surabaya.
Pada hipotesis keempat yaitu tingkat etika profesi atau integritas berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dapat diterima. Hal ini disebabkan karena auditor harus bekerja sesuai keadaan yang sebenarnya, tidak menambah maupun mengurangi fakta yang ada.

Kesimpulan dan Keterbatasan Penelitian
  • ·         Kesimpulan

1.      Variabel independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor di Surabaya.
2.      Variabel kompetensi berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor di Surabaya.
3.      Variabel obyektifitas berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor di Surabaya. Jadi, semakin tinggi tingkat obyektifitas yang dimiliki oleh auditor maka akan semakin tinggi pula kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor.
4.      Variabel integritas berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor di Surabaya.
  • ·         Keterbatasan Penelitian

1.      Hanya 35 kuesioner yang dapat digunakan sehingga diperkirakan tidak mewakili jumlah populasi penelitian ini.
2.      Peneliti tidak dapat mendampingi responden dalam pengisian kuesioner, karena teknik pengumpulan data dengan menitipkan kuesioner pada tiap-tiap KAP, dan diambil kembali ketika sudah terisi.
3.      Proses pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responden merupakan salah satu hal di luar kendali peneliti.