Terkadang harapan yang kita inginkan
tidak sesuai dengan kenyataan hidup yang terjadi. Sulit memang rasanya ketika
kita menghadapi sesuatu hal yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Namun begitulah hidup, susah dan
senang itulah yang menjadikan hidup kita lebih berwarna.
Orang hidup pasti memiliki
masalahnya masing-masing. Itu adalah hal yang manusiawi. Karna dengan adanya
masalah membuat kita menjadi manusia yang lebih sabar, lebih dewasa, dan
membuat kita menjadi manusia yang mau berfikir bagaimana menyelesaikan masalah
yang kita hadapi tersebut.
Malah dengan tidak adanya masalah,
hidup kita terasa datar dan tidak berwarna. Belajar dari kesalahan-kesalahan
itu merupakan hal yang penting agar dikemudian hari kita tidak akan mengulangi
kesalahan-kesalahan tersebut.
Pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan terbukti
menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang memegang
prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang kompetitif. Reformasi
kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jatidirinya akan menjadi agenda
panjang yang harus dilalui oleh koperasi di Indonesia.
Dalam kerangka otonomi daerah perlu penataan lembaga keuangan
koperasi (koperasi simpan pinjam) untuk memperkokoh pembiayaan kegiatan ekonomi
di lapisan terbawah dan menahan arus ke luar potensi sumberdaya lokal yang
masih diperlukan. Pembenahan ini akan merupakan elemen penting dalam membangun
sistem pembiayaan mikro di tanah air yang merupakan tulang punggung gerakan pemberdayaan
ekonomi rakyat.
Beberapa usaha-usaha yang dilakukan
untuk memajukan koperasi :
1.Merekrut anggota yang berkompeten
Membuat koperasi menjadi lebih
menarik sehingga tidak kalah dengan badan usaha lainnya. Dimulai dari
keanggotaan koperasi itu sendiri, pertama yaitu merekrut anggota yang
berkompeten dalam bidangnya. Tidak hanya orang yang sekedar mau menjadi anggota
melainkan orang-orang yang memiliki kemampuan dalam pengelolaan dan
pengembangan koperasi. Contohnya dengan mencari pemimpin yang dapat memimpin
dengan baik, kemudian pengelolaan dipegang oleh orang yang berkompeten dalam
bidangnya masing-masing. Serta perlu dibuat pelatihan bagi pengurus koperasi
yang belum berpengalaman.
2.Meningkatkan
daya jual koperasi dan melakukan sarana promosi
Untuk meningkatkan daya jual
koperasi, yang dilakukan adalah membuat koperasi lebih bagus lagi. Membuat
koperasi agar terlihat menarik supaya masyarakat tertarik untuk membeli di
koperasi mungkin dengan cara mengecat dinding koperasi dengan warna-warna yang
indah, menyediakan AC, ruangan tertata dengan rapi dan menyediakan
pelayanan yang baik sehingga masyarakat puas.
Dan tidak hanya itu, koperasi
pun memerlukan sarana promosi untuk mengekspose kegiatan usahanya agar dapat
diketahui oleh masyarakat umum seperti badan usaha lainnya salah satu caranya
dengan menyebarkan brosur dan membuat spanduk agar masyarakat mengetahuinya.
Dengan cara ini diharapkan dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya di
koperasi.
3.Merubah
kebijakan pelembagaan koperasi
Dalam kehidupan sosial-ekonomi
masyarakat kebijakan pelembagaan koperasi dilakukan degan pola penitipan, yaitu
dengan menitipkan koperasi pada dua kekuatan ekonomi lainnya. Oleh sebab itu
kebijakan tersebut harus dirubah agar koperasi dapat tumbuh secara normal
layaknya sebuah organisasi ekonomi yang kreatif, mandiri, dan independen.
4.Menerapkan
sistem GCG
Koperasi perlu mencontoh
implementasi Good Corporate Governance (GCG) yang telah diterapkan pada
perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Implementasi GCG dalam
beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam
hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu
konsep good cooperative governance (disingkat juga dengan GCG) atau tatakelola
koperasi yang baik.
Perkembangan koperasi di Indonesia
semakin lama semakin menunjukkan perkembangan menggembirakan. Sebagai salah
satu pilar penopang perekonomian Indonesia, keberadaan koperasi
sangat kuat dan mendapat tempat tersendiri di kalanganpengguna jasanya. Koperasi telah membuktikan
bahwa dirinya mampu bertahan di tengah gempuran badai krisis ekonomi yang
terjadi di Indonesia.
Keberadaan koperasi semakin diperkuat pula dengan dibentuknya Kementerian
Negara Koperasi dan UKM yang salah satu tugasnya adalah mengembangkan koperasi
menjadi lebih berdaya guna. Koperasi sangat diharapkan menjadi soko guru
perekonomian yang sejajar dengan perusahaan-perusahaan dalam mengembangkan
perekonomian rakyat.
Analogi sederhana yang dikembangkan adalah jika koperasi lebih berdaya, maka
kegiatan produksi dan konsumsi yang jika dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan
berhasil, maka melalui koperasi yang telah mendapatkan mandat dari
anggota-anggotanya hal tersebut dapat dilakukan dengan lebih berhasil. Dengan kata
lain, kepentingan ekonomi rakyat, terutama kelompok masyarakat yang berada pada
aras ekonomi kelas bawah (misalnya petani, nelayan, pedagang kaki lima) akan relatif lebih
mudah diperjuangkan kepentingan ekonominya melalui wadah koperasi. Inilah
sesungguhnya yang menjadi latar belakang pentingnya pemberdayaan koperasi.
Namun demikian, kenyataan
membuktikan bahwa koperasi baru manis dikonsep tetapi sangat pahit
perjuangannya di lapangan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak
pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan hukum namun
tidak eksis sama sekali. Hal ini sangat disayangkan karena penggerakan potensi
perekonomian pada level terbawah berawal dan diayomi melalui koperasi. Oleh
karena itu, koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada
tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan
keinginan konsumen. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara
modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman yang semakin maju dan
tantangan yang semakin global.
Koperasi perlu mencontoh
implementasi good corporate governance(GCG) yang telah diterapkan pada
perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Implementasi GCG dalam
beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam
hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu
konsep good cooperative governance (disingkat juga dengan GCG) atau tatakelola
koperasi yang baik. Konsep GCG sektor koperasi perlu dimodifikasi sedemikian
rupa untuk menjawab tantangan pengelolaan koperasi yangsemakin kompleks. Implementasi GCG perlu
diarahkan untuk membangun kultur dan kesadaran pihak-pihak dalam koperasi untuk
senantiasa menyadari misi dan tanggung jawab sosialnya yaitu mensejahterakan
anggotanya. Dalam mengimplementasikan GCG, koperasi Indonesia perlu memastikan beberapa
langkah strategis yang memadai dalam implementasi GCG. Pertama, koperasi perlu
memastikan bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk mensejahterakan
anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi,misi
dan program kerja yang sesuai. Pembangunan kesadaran akan mencapai tujuan
merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah,
dan akuntabel.
5.Memperbaiki
koperasi secara menyeluruh
Kementerian Koperasi dan UKM
perlu menyiapkan blue print pengelolaan koperasi secara efektif. Blue print
koperasi ini nantinya diharapkan akan menjadi panduan bagi seluruh koperasi Indonesia
dalam menjalankan kegiatan operasinya secara profesional, efektif dan efisien.
Selain itu diperlukan upaya serius untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan
GCG koperasi dalam format gerakan nasional berkoperasi secara berkesinambungan
kepada warga masyarakat, baik melalui media pendidikan, media massa,
maupun media yang lainnya yang diharapkan akan semakin memajukan perkoperasian Indonesia.
6.Membenahi
kondisi internal koperasi
Praktik-praktik operasional
yang tidak tidak efisien, mengandung kelemahan perlu dibenahi. Dominasi
pengurus yang berlebihan dan tidak sesuai dengan proporsinya perlu dibatasi
dengan adanya peraturan yang menutup celah penyimpangan koperasi.
Penyimpangan-penyimpangan yang rawan dilakukan adalah pemanfaatan kepentingan
koperasi untuk kepentingan pribadi, penyimpangan pengelolaan dana, maupun
praktik-praktik KKN.
7.Penggunaan
kriteria identitas
Penggunaan prinsip identitas
untuk mengidentifikasi koperasi adalah suatu hal yang agak baru, dengan
demikian banyak koperasiwan yang belum mengenalnya danmasih saja berpaut pada pendekatan-pendekatan
esensialis maupun hukum yang lebih dahulu, yang membuatnya sulit atau bahkan
tidak mungkin untuk membedakan suatu koperasi dari unit-unit usaha
lainnya seperti kemitraan, perusahaan saham atau di Indonesia dikenal dengan Perseroan
Terbatas (PT).
Dengan menggunakan kriteria
identitas, kita akan mampu memadukan pandangan-pandangan baru dan
perkembangan-perkembangan muktahir dalam teori perusahaan ke dalam ilmu
koperasi.
8.Menghimpun
kekuatan ekonomi dan kekuatan politis
Kebijaksanaan ekonomi makro
cenderung tetap memberikan kesempatan lebih luas kepada usaha skala besar.
Paradigma yang masih digunakan hingga saat ini menitikberatkan pada pertumbuhan
ekonomi yang ditopang oleh usaha skala besar dengan asumsi bahwa usaha tersebut
akan menciptakan efek menetes ke bawah. Namun yang dihasilkan bukanlah
kesejahteraan rakyat banyak melainkan keserakahan yang melahirkan kesenjangan.
Dalam pembangunan, pertumbuhan memang perlu, tetapi pencapaian pertumbuhan ini
hendaknya melalui pemerataan yang berkeadilan.
Pada saat ini, belum tampak
adanya reformasi di bidang ekonomi lebih-lebih disektor moneter, bahkan
kecenderungan yang ada adalah membangun kembali usaha konglomerat yang hancur
dengan cara mengkonsentrasikan asset pada permodalan melalui program
rekapitalisasi perbankan.
Dalam menghadapi situasi seperti
ini, alternatif terbaik bagi usaha kecil termasuk koperasi adalah menghimpun
kekuatan sendiri baik kekuatan ekonomi maupun kekuatan polotis untuk memperkuat
posisi tawar dalam penentuan kebijakan perekonomian nasional. Ini bukanlah
kondisi yang mustahil diwujudkan, sebab usaha kecil termasuk koperasi jumlahnya
sangat banyak dan tersebar di seluruh wilayah nusantara sehingga jika disatukan
akan membentuk kekuatan yang cukup besar.
Dengan ini diharapkan dapat
memajukan koperasi sebagai salah satu sektor perekonomian di Indonesia. Juga diharapkan koperasi
dapat bersaing di perekonomian dunia..
Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh
dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai
diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan
sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di
Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang
pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian
setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi
dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan
berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan
dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola
pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory”
dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002).
Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola
penitipan kepada program yaitu :
1.Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi
pertanian, koperasi desa, KUD.
2.Lembaga-lembaga
pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya.
3.Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam
koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang
dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.
Selama ini “koperasi” dikembangkan dengan dukungan
pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan
lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia.
Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian
didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD.
Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan
pertanian untuk swasembada beras seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang
menonjol dalam politik pembangunan koperasi.
Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang
berhasil ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti
penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan
lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib
koperasi harus memikul beban kegagalan program, sementara koperasi yang
berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk para
peneliti dan media masa. Dalam pandangan pengamatan internasional Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti
disektor pertanian (Sharma, 1992).
Di negara berkembang, termasuk Indonesia, transparansi struktural
tidak berjalan seperti yang dialami oleh negara industri di Barat, upah buruh
di pedesaan secara rill telah naik ketika pengangguran meluas sehingga terjadi
Lompatan ke sektor jasa terutama sektor usaha mikro dan informal (Oshima,
1982). Oleh karena itu kita memiliki kelompok penyedia jasa terutama disektor
perdagangan seperti warung dan pedagang pasar yang jumlahnya mencapai lebih
dari 6 juta unit dan setiap hari memerlukan barang dagangan. Potensi sektor ini
cukup besar, tetapi belum ada referensi dari pengalaman dunia. Koperasi yang
berhasil di bidang ritel di dunia adalah sistem pengadaan dan distribusi barang
terutama di negara-negara berkembang “user” atau anggotanya adalah para
pedagang kecil sehingga model ini harus dikembangkan sendiri oleh negara
berkembang.
Koperasi selain sebagai organisasi ekonomi juga merupakan
organisasi pendidikan dan pada awalnya koperasi maju ditopang oleh tingkat
pendidikan anggota yang memudahkan lahirnya kesadaran dan tanggung jawab
bersama dalam sistem demokrasi dan tumbuhnya kontrol sosial yang menjadi syarat
berlangsungnya pengawasan oleh anggota koperasi. Oleh karena itu kemajuan koperasi
juga didasari oleh tingkat perkembangan pendidikan dari masyarakat dimana
diperlukan koperasi. Pada saat ini masalah pendidikan bukan lagi hambatan
karena rata-rata pendidikan penduduk dimana telah meningkat. Bahkan teknologi
informasi telah turut mendidik masyarakat, meskipun juga ada dampak negatifnya.
Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui
dukungan kuat program pemerintah yang telah
dijalankan dalam waktu lama, dan tidak
mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula ketergantungan
terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka
pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru
bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD. Meskipun
KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun
sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian
terutama pangan (Anne Both, 1990), disamping sumbangan dalam melahirkan kader
wirausaha karena telah menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD
(Revolusi penggilingan kecil dan wirausahawan pribumi di desa).
Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih
cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia
pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara
55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari
populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari
populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada
akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat
kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%.
Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan
distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian
dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen
untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi
pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat
nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi
sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen
eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang
harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan
globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai
diletakkan pada daerah otonom.
Koperasi Dalam Era
Otonomi Daerah
Implementasi
undang-undang otonomi daerah, akan memberikan
dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun
koperasi akan semakin menghadapi masalah yang lebih intensif dengan
pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan
koperasi. Karena azas efisiensi akan mendesak koperasi
untuk membangun jaringan yang luas dan mungkin
melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi oleh gerakan koperasi untuk memberikan
orientasi kepada pemerintah di daerah semakin penting. Dengan demikian peranan
pemerintah di tingkat propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan
fungsi intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan
dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.
Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di
tingkat Kabupaten / Kota
sebagai daerah otonom menjadi sangat penting. Lembaga keuangan koperasi yang
kokoh di daerah otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari ekonomi rakyat.
Disamping itu juga akan mampu berperan menahan arus keluar sumber keuangan
daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah
akan lebih mampu menahan arus kapital keluar, sementara sistem perbankan yang
sentralistik mendorong pengawasan modal dari secara tidak sehat.
Dukungan yang
diperlukan bagi koperasi untuk menghadapi berbagai rasionalisasi adalah
keberadaan lembaga jaminan kredit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan demikian
kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan
perkembangan koperasi di daerah. Lembaga
jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah dalam bentuk
patungan dengan stockholder yang luas. Hal ini akan dapat mendesentralisasi
pengembangan ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan menumbuhkan
kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam
jangka menengah koperasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.
Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai
gerakan koperasi yang otonom, namun fokus
bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi
seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta
pembelian bersama. Dengan otonomi selain peluang untuk
memanfaatkan potensi setempat juga terdapat
potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini
konsolidasi potensi keuangan, pengembangan
jaringan informasi serta pengembangan pusat
inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan
pendukung untuk kuatnya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendorong
pengembangan lembaga penjamin kredit di daerah.
Pemusatan koperasi di bidang jasa keuangan sangat tepat untuk
dilakukan pada tingkat kabupaten/kota atau “kabupaten dan kota” agar menjaga arus dana menjadi lebih
seimbang dan memperhatikan kepentingan daerah (masyarakat setempat). Fungsi
pusat koperasi jasa keuangan ini selain menjaga likuiditas juga dapat memainkan
peran pengawasan dan perbaikan manajemen hingga pengembangan sistem asuransi
tabungan yang dapat diintegrasikan dalam sistem asuransi secara nasional.